THE RISING GODS OF THE EAST (FF Spesial 11th Anniversary TVXQ)

THE RISING GODS OF THE EAST (FF Spesial 11th Anniversary TVXQ)

 Author: ideaFina a.k.a YuuriJungAKTF

tvxq cake

“Kamu dan aku

Ini adalah tahun ke-11 sejak kita bertemu

Kami sangat bahagia.

Dapat menyanyi dan bertemu kalian semua.

Kami cinta kalian.” (JYJ)

“Sudah 11 tahun kita bersama.

Waktu yang sangat panjang untuk banyak kenangan indah.

Tidak ada hal yang bisa diucapkan selain ‘terima kasih’ dari ketulusan kami yang terdalam.

Terima kasih semuanya karena selalu membuat jantung kami berdebar.

Di masa depan juga tetaplah mendukung kami.” (HoMin)

  Lanjutkan membaca “THE RISING GODS OF THE EAST (FF Spesial 11th Anniversary TVXQ)”

In my Camera (Chapter 3)

Cast    : Kim Jaejoong, Jung Yuuri, Park Yoochun, DBSK

Genre : Romance

 

Author’s POV

Yuuri tidak bisa tenang. Tiap ada break kuliah, Jaejoong selalu menghampirinya ke kelas ataupun klub hanya untuk menanyakan tentang stalker itu. Yuuri sebenarnya tidak terlalu peduli jika Jaejoong harus menanyakan hal itu setiap hari, tapi setidaknya jangan di kelas, di klub ataupun di tempat-tempat ramai. Ia tidak suka dengan pandangan iri dan kesal yeoja-yeoja di kelas padanya.

“Apa kau sudah menemukan orangnya?”tanya Jaejoong di depan pintu kelas Yuuri saat Yuuri baru selesai kuliah. Yuuri menatapnya heran, apa namja ini tidak ada kelas? Kok bisa cepat sekali sampai kesini?

“Jangan bicara disi..”

“Jaejoong oppaaa, sedang apa disini?”tanya segerombolan yeoja menatap Jaejoong kagum, lalu sekilas melirik sebal pada Yuuri.

“Aku sedang ada urusan dengan Jung Yuuri-ssi,”jawab Jaejoong dengan memasang senyum kharismatiknya yang membuat yeoja-yeoja itu tidak berkedip karena terpesona.

Yuuri agak takjub dengan pemandangan di depannya. Jaejoong yang tersenyum ramah dan yeoja-yeoja yang tampaknya sudah terhipnotis oleh senyum itu. Kemudian muncul lagi yeoja-yeoja lain menghampiri mereka. Yuuri mengernyit bingung. Apa dia memang seterkenal itu?

Kemudian Jaejoong menatap Yuuri, dan dengan sedikit isyarat mata Yuuri mengerti kalau Jaejoong menyuruhnya mengikuti namja itu. Mereka sampai di halaman belakang kampus tempat pertama kali mereka bertemu.

“Jadi?”Jaejong langsung membuka percakapan.

Yuuri menghela napas panjang. “Mianhamnida. Tapi aku masih belum tahu siapa orangnya.”Yuuri menjawab dengan jawaban yang sama seperti 2 hari sebelumnya. Ia merasa lelah jika harus bertemu namja ini setiap hari. Di kampus, di tempat pemotretan, dan namja ini selalu menanyakan hal yang sama yang masih dijawab dengan jawaban yang sama oleh Yuuri.

“Kenapa kau menjawab hal yang sama terus? Apa kau tidak melakukan apapun untuk menemukannya?”Tanya Jaejoong menatap Yuuri tajam. Yuuri memalingkan wajah tak suka.

“Aku sudah mencari tahu. Aku sudah menyelidikinya.”jawab Yuuri sengit.

“Bagaimana caranya?”

Yuuri mendelik kesal.“Apa kau perlu tahu?”

“Tentu saja. Kau pikir aku akan dengan mudah percaya denganmu?”balas Jaejoong tajam.

Yuuri menghela napas. “Saat kau mengejar orang yang berpakaian sama denganku, saat itu aku sedang tertidur di ruang klub fotografi alam. Dan aku yakin ada yang mengambil jaket, topi, dan kameraku.”jelas Yuuri.

“Tidur? Bukankah itu masih pagi? Kau ke kampus pagi-pagi hanya untuk tidur?”Tanya Jaejoong dengan meremehkan.

“Aku memang beberapa hari itu tidur di ruang klub setelah mencari objek foto untuk lomba. Karena aku butuh banyak referensi, dan aku tidak bisa membawa semua buku-buku referensi itu ke apartemenku.”

“Kau sendirian?”

“Tentu saja.”

Jaejoong tercengang. Yeoja ini berani sekali sendirian di tempat itu malam-malam. Kampus di malam hari kan sepi sekali, bisa-bisa ada yang menjahatinya. Apa keluarganya tidak khawatir?

“Lalu paginya aku menyadari kalau kame…”

“Kau tidak takut sendirian di tempat itu? Orangtuamu tidak cemas?” Sekarang malah Jaejoong yang cemas. Pada dasarnya Jaejoong itu seorang namja yang baik pada perempuan, apalagi dari sembilan bersaudara, 7 orang saudaranya adalah perempuan, yang laki-laki hanya dia dan Junsu. Jadi dia terbiasa hormat dan perhatian pada perempuan. Ia selalu merasa khawatir jika saudara-saudara perempuannya pulang sendirian di malam hari. Dan seharusnya keluarga Yuuri pun seperti itu, pikirnya.

Yuuri cemberut karena kata-katanya dipotong. “Kenapa harus takut? Di mana-mana pun aku selalu sendirian, ke makam malam-malam pun aku berani!”

“Orangtuamu? Keluargamu? Kau seorang yeoja bagaimana mungkin kau…”

“Aku tidak punya keluarga!”

 

Jaejoong’s POV

“Eh?”

“Aku yatim piatu, tidak punya keluarga lain, dan tinggal sendiri! Kau puas?! Jadi berhentilah memotong kata-kataku!”

Aku terdiam mendengar kata-katanya. Tidak punya keluarga? Itu hal menyedihkan yang pertama kali aku dengar dari yeoja menyebalkan ini. Tapi kulihat wajahnya biasa-biasa saja mengatakan  hal itu. Ia melanjutkan ceritanya.

“Aku ini memang pelupa parah, tapi kalo hal itu bersangkutan dengan Cassie aku tidak mungkin lupa. Saat aku bangun Cassie sudah berpindah tempat. Dan seingatku aku tidak meletakkannya di depan computer.”

“Cassie?”

“Nama kameraku yang kau rusakkan!”jawabnya sengit.

Aku tersenyum geli mengetahui ia menamakan kameranya. Kekanak-kanakan sekali. Aku diam, tapi ia tidak meneruskan ceritanya, ia hanya terdiam memandang ke arah lain. Matanya terlihat sendu.

“Kapan ya cassie bisa sembuh…”gumamnya pelan sekali, tapi aku masih bisa mendengarnya. Sepertinya ia kesulitan memperbaiki kameranya. Aku jadi merasa bersalah. Benar kata Junsu, bagi fotografer kamera itu segala-galanya. Aku terus memandanginya sampai kulihat matanya mulai berair.

Tiba-tiba ia menyadari aku menatapnya, lalu ia memelototiku dengan matanya yang sedikit berair. “Apa lihat-lihat?!”serunya, lalu pergi.

Aku tercengang menatap yeoja yang berjalan menjauh itu. “Apa-apaan dia itu?! Yeoja kurang ajar! Dia bahkan berbicara banmal padaku! Apa dia tidak diajari orangtu..”

Kemudian aku teringat oleh kata-katanya tadi. Ia yatim piatu dan tidak punya keluarga. Apa itu benar? Aku harus tanya Changmin.

***

“Hyung benar. Ia yatim piatu. Ia hidup sendirian sejak empat tahun yang lalu neneknya, keluarga satu-satunya meninggal.”

Kata-kata Changmin langsung membuat jantungku hampir copot. *lebay deh, oppa* Jadi kemarin tanpa sadar aku telah menyinggung masalah yang sensitif ini?

“Lalu bagaimana dia bisa bertahan hidup?”

“Aku dengar ia mendapat sedikit warisan dari ayahnya. Dan uang itu digunakan untuk masuk ke kampus kita, biaya hidupnya ia dapat dari memenangkan lomba fotografi alam dan beberapa kerja sambilan. Biasanya ia selalu menolak untuk memotret orang, karena menurutnya hanya hal-hal yang dicintainya yang pantas untuk dia potret. Dan orang yang dia cintai sudah tidak ada semua.”

Aku terdiam mendengar cerita Changmin. Kalau itu benar, mana mungkin ia stalkerku?

“Tapi ia sekarang menjadi asisten fotografer di tempatku pemotretan..”

Changmin menatapku kesal. “Hyung lupa? Kameranya kan rusak. Karena kamera satu-satunya rusak, dan ia tidak bisa ikut lomba, ia menerima tawaran Park Yoochun untuk menjadi asistennya di pemotretan yang sekarang kau lakukan. Yaahh… mungkin untuk memperbaiki kameranya dan biaya sehari-hari. ”

Kata-kata Changmin membuatku pusing. Sejak awal aku tidak pernah berpikiran untuk menyulitkan hidup seseorang. Apalagi seorang yeoja yatim piatu seperti Jung Yuuri. Demi tuhan! Ia seorang yeoja! Aku tidak akan pernah sanggup membayangkan yeodongsaeng-ku atau noona-ku hidup seperti itu.

Walaupun aku yakin aku yang benar, tapi sedikit rasa bersalahku muncul. Apa yang harus kulakukan padanya?

***

Sejak Changmin menceritakan hal itu padaku, aku mulai memandang yeoja itu sedikit berbeda. Aku memang masih tetap menghampirinya setiap hari, menanyakan hal yang sama. Walaupun aku tidak lagi menuduhnya sepenuhnya, tapi ada dorongan kuat di dalam diriku yang membuatku ingin menemuinya setiap hari. Mungkin ini dorongan dari rasa penasaranku. Aku penasaran dengan kehidupan yeoja aneh ini.

Aku kembali menghampiri Jung Yuuri di ruang klubnya. Saat ini semua angota klub itu sudah terbiasa melihatku yang datang kesana setiap hari. Ia tidak memperhatikan kedatanganku dan terlihat sibuk sendiri mendengarkan sesuatu di headphonenya dan berkomat-kamit aneh. aku memandang bertanya kepada salah satu temannya di ruang klub itu.

“Sebentar lagi ada kuis, jadi Yuuri belajar,”jawab seorang yeoja yang kutahu bernama Cho Hye mi.

“Belajar? Apa memang metode belajarnya seperti itu y? bukan membaca tapi mendengarkan?”tanyaku heran. Ini pertama kalinya aku melihat orang belajar hanya dengan mendengarkan, tidak dengan membaca.

Hye mi menatapku bingung, terlihat ragu-ragu, “Ng… soalnya kan Yuuri…”

“Kau datang lagi?”

Aku langsung menoleh  ke asal suara. Yuuri sudah melepaskan headphonenya dan menatapku tajam.   “Sebenarnya apa maumu? Apa kau tidak punya kesibukan lain selain datang kesini setiap hari dan menggangguku?”

Oke, pertanyaan itu tepat mengenai sasaran. Aku penasaran denganmu. Mana mungkin aku menjawab seperti itu kan?

“Kau lupa apa yang kuinginkan darimu? Ini sudah hari keberapa memangnya?”tanyaku tajam.

Dia lalu menghela napas dengan berat.

Jangan menghela napas seperti itu.

“Aku masih mencarinya…”

Kau terlihat capek. Apa karena aku?

“…aku benar-benar tidak tahu siapa stalker itu..”

Tak apa.

“…tapi yang pasti bukan aku.”

Aku percaya.

Lho? Ada apa sih dengan pikiranku?

“Begini saja, bagaimana jika kau memberikanku nomor ponselmu? Biar aku lebih gampang menghubungimu untuk mengingatkanmu tentang tugasmu,”kataku lalu memberikan ponselku padanya.

Dia menatapku sebal, lalu mengetikkan nomor ponselnya. Sepertinya ia kesulitan memakai ponselku. Kemudian ia mengembalikan ponselku. Kulihat ia hanya mengetik nomornya, tidak namanya.

“Kenapa kau tidak mengetik namamu?”

“Aku tidak mengerti bagaimana menggunakannya,”

Aku tertawa kecil sambil mengetik namanya di ponselku. “Ini apa ponselku yang terlalu canggih atau dirimu yang terlalu gaptek?”

Dia menatapku tajam. “Aku yang gaptek. Karena sekarang kau sudah punya nomorku, kau bisa menelponku, tapi jangan sms, aku tidak pernah membalas sms orang.”

“Sok sibuk,”

“Kan sudah kubilang jika aku gaptek.?” Aku mengernyitkan dahiku. Apa susahnya ngetik sms aja?“Yang penting mulai sekarang kau tidak perlu datang lagi kesini.”

“Kata siapa tidak perlu?”

Dia menatapku tercengang.

Yuuri’s POV

“Kata siapa tidak perlu?”

Apa aku tidak salah dengar? Jadi dia berencana untuk tetap datang menemuiku?

“Jangan bingung begitu. Sedikit tekanan akan membuat seseorang lebih cepat bergerak kan?”ujarnya dengan senyum yang menyebalkan. Kemudian ia berjalan menuju ke pintu klub, dan di depan pintu ia berbalik.

“O y, jangan lupa ini sudah hari ke-6, kau tahu kan jika lewat sepuluh hari…” Ia menggantungkan kalimatnya, membuatku menahan napas. “Semoga berhasil,”ucapnya lalu pergi.

Aku menatap kepergiannya dengan kesal, lalu menghentak-hentakkan kakiku ke lantai secara brutal. “AAAHHH…”jeritku. Dia bisa membuatku gila!

Hari-hari berikutnya namja itu menelponku terus. Itu sangat mengganggu. Aku pernah sekali mencoba mematikan ponselku, tapi itu malah membuatnya datang mencariku. Aku selama ini tidak pernah membenci orang, tapi kali ini untuk pertama kalinya aku merasakan hal itu. Aku membenci Kim Jaejoong. Sangat membencinya. Kenapa ada orang semenyebalkan dia sih?

“Aduuhh… kemana lagi aku harus mencari stalker itu? Aku sudah menanyai hampir semua angkatan jurusan fotografi.  Tapi tidak ada yang tahu mengenai kejadian pagi itu. Ini sudah hari ke Sembilan…”kataku putus asa pada Hye mi.

Hye mi menatapku prihatin. “Ada yang ingin kukatakan padamu Yuuri-ah…”

“Apa?”

Ia melihat sekeliling ruang klub yang sepi, Cuma ada kami berdua. Ia memandangku ragu.

“Sebetulnya…”

Dan perkataan Hye mi berikutnya membuatku tercengang.

Jaejoong’s POV

Aku mematikan ponselku, setelah sebelumnya menelpon yeoja aneh itu dan mengintimidasinya lagi. Aku tersenyum kecil. Sepertinya yeoja itu sangat sebal denganku. “Kelihatannya Hyung senang sekali,”kata Junsu memandangku lekat.

“Oh ya? Tentu saja aku senang, aku berhasil membuatnya repot.”

“Ka…yuka..da..nya yung?”Changmin berkata dengan mulut penuh makanan, masakanku.

“Ya! Shim Changmin! Habiskan dulu makananmu, baru bicara!” Aku memang berjanji untuk memasakkannya makanan favoritnya jika ia membantuku mencari tahu tentang Yuuri. Gampang sekali membuatnya menurutiku, hanya dengan iming-iming makanan. Dasar monster! Seandainya segampang itu menyuruh Junsu, ia tidak tertarik dengan makanan enak seperti sepupu kami itu.

Changmin menelan makanannya dengan susah payah. Kemudian berkata, “kau menyukai yeoja itu hyung?”

Aku tersentak dengan pertanyaan Changmin. “Siapa yang menyukainya?!”

Junsu masih memandangku lekat, membuatku gugup. “Lalu kenapa hyung sangat senang menemuinya atau menelponnya? Kurasa itu sikap namja yang tertarik pada seorang yeoja, hyung.”

Tiba-tiba aku menjadi gugup. “Anhi. Aku hanya merasa dia lucu dan aku ingin mengganggunya saja,”

“Hyung sudah tidak berpikir dia stalker lagi?”tanya Changmin, lalu memakan makanannnya lagi.

Aku berpikir sebentar. “Sepertinya begitu. Karena berdasarkan info-info darimu sepertinya ia bukan stalker itu.”

“Ini sudah hari ke-9 hyung. Jadi jika lewat 10 hari apa hyung masih mau melaporkannya?”tanya Junsu.

“Kurasa aku tidak akan melaporkannya. Lagipula kalau dilihat dari usahanya mencari stalker itu dalam beberapa hari ini, sekarang aku percaya dia bukan stalker itu.”

Tiba-tiba ponselku berdering, aku langsung senang begitu melihat nama penelpon itu. Yeoja yang sedari tadi kami bicarakan. Aku langsung mengangkatnya. Ini pertama kalinya yeoja itu menelponku, ia memintaku bertemu besok sekalian membawa memory cardnya yang masih ada padaku.

Junsu dan Changmin menatapku ingin tahu.

“Ia sudah mendapatkan foto-foto itu, jadi besok kami akan bertemu. Aku penasaran siapa pelakunya.”

Author’s POV

Yuuri berjalan pelan menuju halte bis. Pikirannya tidak fokus, ia sedang memikirkan kata-kata Hye mi kemarin.

Dan mendadak muncul rasa sedih dan kasihan di hati Yuuri. Mungkin saja jika dirinya masih punya keluarga, ia akan  merasakan bagaimana kesulitan Hye mi. Selama empat tahun ini ia hanya hidup sendiri, dan hanya memikirkan hal-hal yang menyangkut dirinya sendiri. Semuanya terasa mudah dengan memiliki beban hanya untuk menyambung hidup sendiri. Tapi tetap saja akan lebih menyenangkan jika punya teman berbagi, dan Hye mi beruntung masih punya orang yang bisa dijadikan tempat berbagi saat susah dan senangnya.

Yuuri tidak ingin Hye mi menjadi sepertinya, sendirian. Bagaimana caranya ia menolong Hye mi?

Kemudian bis yang ditunggu-tunggu oleh Yuuri pun muncul. Yuuri bangkit dan berjalan menghampiri bis. Tapi saat di depan pintu bis, tiba-tiba tali tas selempangnya putus, membuat tasnya jatuh dan isi tasnya berserakan keluar. Recorder, beberapa kaset, beberapa lembar foto dan album keluar berserakan.

Yuuri menatap barang-barangnya yang jatuh dengan jengkel. Saat ia akan memungutnya, tiba-tiba ada seorang namja yang membantunya membereskan barang-barangnya yang terjatuh. Tanpa berlama-lama Yuuri berjongkok dan membantu namja itu membereskan barang-barangnya.  Namja itu membawa barang-barang Yuuri yang dipungutnya ke dalam bis, Yuuri pun mengikutinya masuk ke dalam bis. Setelah masuk, namja itu menyerahkan barang-barang Yuuri.

“Gomapseumnida.”ucap Yuuri, kemudian  ia terpaku saat melihat wajah namja itu. Wajah yang tidak asing, ia seperti mengenali wajah itu, wajah yang sangat ia rindukan. Tapi apa mungkin?

“Cheonmaneyo.”jawab namja itu dengan senyum yang membuat jantung Yuuri berdebar-debar. Namja itu duduk di kursi belakang, dan didorong rasa penasaran, Yuuri mengikutinya dan duduk di kursi yang sama, hanya saja ia tidak punya keberanian duduk dekat-dekat.

Yuuri memutuskan untuk memastikan apa namja itu benar adalah orang itu.

“Jogiyo…”ucapnya pada namja yang sedang menghadap ke jendela itu. Namja itu menoleh.

“Ne?”

“Jika anda tidak keberatan, boleh saya tahu  nama keluarga anda?”Tanya Yuuri hati-hati.

Namja itu memandang Yuuri bingung, “Nama keluargaku Lee.”

Yuuri langsung kecewa. ‘Nama keluarganya bukan Jung…’

“Waeyo? Ada masalah dengan itu?”Tanya namja itu.

Yuuri menggeleng. “Anhi. Aku hanya merasa kau mirip seseorang yang kukenal, tapi ternyata bukan.”

“Aku juga tidak mengenalmu, Agassi. Lagipula di dunia ini banyak sekali orang yang mirip.”jawab namja itu dengan senyumnya yang tidak akan mungkin bisa Yuuri lupakan.

Jaejoong’s POV

Hari ini kami bertemu lagi di tempat biasa. Ia duduk di bangku taman sambil menatap ke arah danau. Aku duduk di sampingnya. Sepertinya ia melamunkan sesuatu.

“Jadi…”ucapanku membuatnya kaget, lalu memandangku. “…sudah ketemu siapa pelakunya?”

Ia mengeluarkan flash disk merah dari kantong jaketnya, lalu memberikannya padaku. “Ini foto-fotonya, mana memory cardku?”

“Apa isinya benar-benar foto-fotoku?”

“Kau bisa mengeceknya nanti. Kalau aku berbohong kau kan tahu dimana bisa mencariku.”

Aku menyipitkan mata memandangnya curiga, lalu aku memberikan memorycard miliknya. “Siapa pelakunya?”

Tiba-tiba ia terlihat gugup, dan menggigit-gigit bibirnya. “Aku mengembalikan fotomu dalam sepuluh hari, jadi kau tidak akan melaporkanku kan?”

“Aku selalu memegang janjiku. Itu bukan kau kan?”tanyaku curiga.

Kemudian ia menundukkan kepalanya. “Mianhe. Jeongmal mianhe. Aku stalker waktu itu.”

Aku menatapnya tercengang. Dia? Tidak mungkin!

“Geotjimal. Kau sedang mempermainkanku ya?!”

“Mianhe. Sebelumnya  aku bersikeras tidak mengaku karena kupikir kau akan menyerah dan percaya pada usahaku mencari pelakunya, jadi aku tidak perlu memberikan foto-foto itu. Tapi kurasa aku salah…”

Aku benar-benar tidak percaya ia membohongiku! Padahal aku sudah mulai mempercayainya.

“Tapi kau akan menepati janjimu kan?”

Setelah berbohong seperti itu ia masih bisa menatapku memohon seperti itu? Aku benar-benar tidak mempercayai hal ini!

Aku menatapnya tajam. “Aku akan menepati janjiku.”

Lalu aku bangkit dari dudukku, “Aku benar-benar kecewa padamu Jung Yuuri-ssi.”

Yuuri’s POV

“Aku benar-benar kecewa padamu Jung Yuuri-ssi.”

Aku tidak percaya dengan kata-kata yang kudengar barusan. Apa itu berarti dia mulai mempercayaiku? Kalau tidak mana mungkin ia berkata seperti itu kan?

Kupandangi punggungnya yang berjalan menjauh. Setelah ini kita tidak akan berhubungan lagi kan? Baguslah. Aku tidak ingin ia mengacaukan hidupku lagi.

Tapi kenapa perasaanku jadi tidak enak? Seperti ada sesuatu yang hilang, dan aku tak tahu itu apa.

***

Setelah masalah stalker itu selesai, kakiku jadi terasa lebih ringan melangkah ke tempat pemotretan. Aku tidak perlu merasa tertekan ataupun terintimidasi lagi oleh namja itu. Setidaknya begitulah pikiranku sampai aku bertemu dengannya di tempat pemotretan.

Kim Jaejoong sedang berbicara akrab dengan kru yang seorang yeoja. Ia terlihat ramah saat ini. Tidak seperti denganku. Bahkan ia bisa tertawa? Sebenarnya apa yang mereka bicarakan?

“Ah, Yuuri-ah! Kau sudah datang.”sapa Ji Hye Onnie ketika melihatku masuk. Ia menghentikan pembicaraannya sebentar dan menyapaku. Jaejoong langsung memasang ekspresi dingin ketika melihatku.Tentu saja karena aku stalkernya dia bersikap seperti itu.

“Annyeonghasseyo, onnie.”Lalu aku memandang Kim Jaejoong enggan, “Annyeonghasseyo, Kim Jaejoong-ssi.”

Sudah kuduga dia tidak menjawabku. Tapi aku tidak peduli, masalah di antara kami sudah selesai, terserah dia mau bersikap seperti apa. Hanya saja… kenapa aku merasakan hal yang aneh di jantungku jika melihatnya berbicara ramah kepada yeoja lain? Apa aku sebegitu membencinya?

Setelah pemotretan aku selesai, aku menghampiri Yoochun sunbae. Sebenarnya aku tidak ingin merepotkannya, tapi dia satu-satunya orang yang bisa kumintai tolong.

“Yoochun sunbae, ada yang ingin kubicarakan…”ucapku ragu.

“Apa?”

“Bisa bicara di tempat lain yang lebih sepi?”

 

Jaejoong’s POV

Aku memegang kepalaku yang berdenyut dengan sebal. Seharian ini mood-ku jelek, tapi aku mencoba menahannya dengan bersikap professional disini, jadilah mood-ku tambah jelek. Semua ini karena yeoja itu. Entah kenapa aku masih tidak bisa menerima bahwa dialah stalker itu. Ini membuatku kesal. Padahal aku sudah percaya bahwa bukan dia pelaku stalker waktu itu, tapi ternyata malah dia! Aku jadi malu pada diriku sendiri.

Tapi kenapa mataku tidak bisa berhenti memandanginya? Akan lebih mudah jika dia tidak muncul di hadapanku lagi, tapi tentu saja tidak bisa, dia kan asisten fotografer. Karena tugasnya itulah aku jadi lebih mudah memperhatikannya terus.

Yeoja ini selain selalu memakai pakaian berwarna merah, model bajunya pun bukan model baju yang biasa dipakai perempuan. Ia selalu memakai kaus yang kebesaran, celana jeans belel, sepatu kets, dan jaket. Atau kaus tangan panjang putih atau hitam dengan kemeja lengan pendek berwarna merah. Kemejanya pun tidak dikancingkan, memperlihatkan gambar-gambar lucu dan tulisan-tulisan aneh di kaus yang dipakainya. Lalu rambutnya yang panjang dia ikat di belakang dan disembunyikan di balik topinya. Hampir setiap hari penampilannya seperti itu, walaupun bajunya berbeda-beda, tapi gayanya masih sama berantakannya. Jika tidak melihat wajahnya, orang-orang pasti mengira dia namja. Makanya waktu itu aku tidak tahu kalo stalkerku itu namja  atau yeoja.

Lho? Aneh, kenapa aku bisa memperhatikannya seperti itu?

Setelah pemotretan, aku pergi ke ruang ganti di belakang studio untuk mengganti bajuku. Sebentar lagi ada schedule lain, jadi aku harus segera bersiap-siap. Tapi saat di depan pintu ruang ganti aku tidak jadi masuk.

Park Yoochun dan Jung Yuuri? Sedang apa mereka?

Suara mereka kecil sekali,  jadi aku tidak bisa mendengarkan isi pembicaraan mereka. Yang kulihat hanya wajah Yuuri yang agak muram, dan kemudian Yoochun yang tersenyum lalu menepuk-nepuk kepalanya dengan lembut. Dan reaksinya… apa-apaan ini?!

Wajah Yuuri memerah dan ia memandang Yoochun dengan malu. Yoochun tertawa kecil, lalu memeluk yeoja itu. Yuuri tersenyum dan membalas pelukannya.

Mereka berpelukan?! Hei! Singkirkan tanganmu darinya!

Kenapa tiba-tiba aku berpikir seperti itu sih?! Ah, sudahlah. Yang penting aku harus masuk dan berganti pakaian.

Aku mendorong pintu dengan keras, yang membuat mereka kaget dan langsung melepaskan diri dari pelukan masing-masing. Aku memandang mereka dingin.

“Aku harus ganti baju,”kataku singkat.

“Oke, kami akan keluar,”kata Yoochun lalu menarik tangan Yuuri. Tapi Yuuri menariknya pelan.

“Ada yang harus kuambil dulu, Oppa. Oppa duluan saja.”

Oppa? Bukankah ia selalu memanggilnya Sunbae? Apa mereka jadian?

Tiba-tiba saja aku merasa kesal sendiri.

Yuuri sibuk mencari sesuatu di ruangan itu, lalu ketika sesuatu yang dicarinya-recorder-ditemukan, ia berjalan ke pintu. Entah apa yang membuatku menahan tangannya. Yang jelas sekarang aku sedang menatap tajam wajahnya yang terkejut.

“Kenapa kau melakukannya?”

 

Yuuri’s POV

“Hah?”Aku bingung.

“Kenapa kau melakukannya?” ia mengulangi pertanyaan yang sama.

“Melakukan apa?”

“Menstalkerku, membohongiku…”

Aku menghela napas. “Bukankah urusan kita sudah selesai?”aku berusaha melepaskan tangannya. Tapi tangannya terlalu kuat.

“Jawab pertanyaanku.”ucapnya tegas.

Aku menghela napas lagi. “Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku membohongimu karena kupikir jika aku tetap bersikeras, kau akan berpikir jika aku bukan pelakunya. Dan alasan aku menstalkermu adalah karena aku butuh uang.”

Ia menatapku tercengang. “Kau bilang tidak akan melakukan hal rendah seperti itu.”ucapnya sinis.

“Bagiku itu bukan hal rendah jika kau membutuhkannya untuk menolong orang yang kau sayangi.”jawabku dingin. “Tidak semua orang seberuntung dirimu, tuan  terkenal. Apa kau tidak bisa sedikit bermurah hati membiarkan orang lain memotretmu  dan  menjual fotomu  untuk  membantunya sekedar bertahan hidup?”

Ia kelihatannya terkejut dengan kata-kataku barusan, sehingga ia melepaskan tanganku. Aku berbalik dan meninggalkannya yang sedang termangu.

Jaejoong’s POV

Apa maksud ucapannya? Untuk membantu siapa sebenarnya? Bukankah ia sudah tidak punya keluarga? Siapa orang yang ia sayangi yang ia maksudkan itu?

Semakin kupikirkan membuatku semakin penasaran. Bahkan rasa penasaran ini sudah melebihi kemarahanku padanya.

Aku sudah menyuruh Changmin untuk mencari tahu, tapi dua bocah itu malah mengejekku.

“Kau menyukainya hyung,”lagi-lagi Junsu mengatakannya secara blak-blakan.

“Tepat sekali,”Changmin nyengir menatapku.

“Anhi. Aku hanya penasaran saja padanya.”

“Penasaran bisa berubah jadi suka, hyung.”Junsu menatapku dengan geli.

“Tepat sekali,”

Mereka mengulangi kata-kata itu lagi, yang membuatku menjitak mereka berdua. “Ya! Bisa tidak kalian diam?!”

Aku keluar dari kamarku meninggalkan kedua bocah setan itu disana. Memang menyenangkan tinggal dengan dua adik laki-laki cerewet seperti itu, hanya ketika mereka diam. Heran deh, kenapa dulu aku mau-mau saja menerima permintaan Appa dan Omma untuk membiarkan mereka tinggal di apartemenku.

Purple line let me set up my world…

Aku membiarkan ponselku yang terus menerus menyanyikan laguku itu sampai aku kesal dan akhirnya kuangkat juga ponselku. “Yeoboseyo?”

***

Setelah mendapatkan telpon dari Park Yoochun, aku langsung keluar. Daripada aku mendengarkan kedua bocah setan itu, lebih baik aku menerima undangan namja itu makan malam bersama kru. Setelah pemotretan tadi aku memang ada schedule lain jadi tidak bisa ikut mereka, tapi sekarang aku sudah free dan bisa kesana.

Restoran itu restoran kecil dan sederhana yang berada di sekitar sungai Han. Park Yoochun mengatakan tidak perlu cemas jika ada penggemar yang melihatku, karena restoran ini sudah sengaja dibooking untuk seluruh kru.

Aku memandang ke sekeliling, mencari yeoja aneh itu. Tampaknya ia tidak ada. Entah kenapa aku cemas.

“Jangan khawatir tentang makanannya. Walaupun kecil dan di pinggir jalan, disini makanannya bersih dan enak.”kata Park Yoochun.

“Oh. Aku tidak mengkhawatirkan hal itu.”kataku, lalu mengambil bulgogi dan memakannya. Hmm…memang enak.

Aku mengobrol dengan Park Yoochun dan kru-kru yang duduk di dekatku. Mereka menuangkan soju untukku, tapi hanya kuminum sedikit, karena aku tidak mau sampai mabuk, aku kan harus pulang dengan menyetir sendiri.

Dimana yeoja itu? Aku masih penasaran tentang yeoja itu. Ketika aku memutuskan untuk kembali dan berpamitan pada para kru, aku mendengar suara yang familiar.

“Onniieee…. Aku kesaaalll sekaaalllii…”

Aku menoleh ke arah suara itu, dan kulihat Jung Yuuri masuk ke dalam restoran dengan badan dipapah Ji Hye Noona. Wajahnya memerah dan jalannya sempoyongan.

“Yuuri-ah!”seru Yoochun, lalu mengambil Yuuri dari Ji Hye noona. Ia membawa yeoja itu duduk disampingnya, disampingku, di tengah-tengah kami.

“Kenapa kau membiarkannya minum, Ji Hye-ah. Dia kan nggak kuat minum.”

Ji Hye noona tersenyum menyesal. “Aku sudah melarangnya, tapi ia tetap meminumnya. Padahal cuma tiga gelas, tapi ia sudah muntah-muntah di luar. Kurasa lebih baik ia diantar pulang.”

“Yoochun oppaaaa…, aku kesal sekali…”lagi-lagi ia mengoceh tidak karuan. Sebenarnya hubungan mereka berdua seperti apa sih? Kenapa memanggil oppa terus? Membuatku kesal saja.

“…pemenangnya… sudah adaaa.. dan itu bukan akkkuuuu… seandainya aku bisa mengi..rim.. foto-fotoku…”

Aku tersentak mendengar ocehannya. Jangan-jangan foto yang ia maksudkan itu yang di dalam memory card itu?

“Sudahlah, Yuuri-ah. Nanti kau pasti bisa ikut perlombaan yang lain. Lebih baik kita pulang..”kata Yoochun, mencoba menarik Yuuri berdiri. Tapi yeoja itu menarik tangannya.

“Nggak bisa… cassie aja masih ru..saakk…”isaknya.

Yoochun menghela napas, lalu mencoba mengajak Yuuri berdiri lagi. Tapi aku menahannya.

“Biar aku saja yang mengantarnya, sekalian aku pulang.”

“Benarkah?”Yoochun sangsi.

“Dimana alamat rumahnya?”

***

Aku tidak percaya dengan penglihatanku. Berkali-kali aku mengecek alamat yang ditulis Yoochun dan alamat tempat ini. Sama. Daerah ini termasuk daerah yang bisa dibilang hmm… agak kumuh. Aku tidak pernah tahu jika ternyata di balik kota Seoul yang megah, ada tempat seperti ini. Mobilku pasti mencolok sekali disini. Tapi untungnya ini sudah tengah malam dan sepi sekali. Bagaimana mungkin yeoja aneh ini tinggal di tempat seperti ini?

“Jung Yuuri-ssi..”aku memanggilnya, ia tidak menjawab. Tidurnya pulas sekali.

Aku memandang wajah manisnya lekat-lekat.“Babo! Sudah tahu tidak kuat minum, masih minum juga.”

Aku terpaksa mengeluarkannya dari mobil, kuletakkan tangan kananku di bagian punggungnya dan tangan kiriku di lekukan kakinya. Aku menggendongnya sampai depan pintu apartemen kecil itu, dan aku terdiam sebentar saat menyadari aku tidak tahu dimana kunci apartemennya.

Akhirnya aku menurunkannya sejenak, mendudukkannya di lantai dan mencari kunci di tas dan jaket yang dipakai yeoja ini. Setelah berhasil menemukan kunci di dalam tasnya, aku menggendongnya lagi masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar kecil. Cuma ada dua ruangan, dan salah satunya adalah kamar mandi. Dapur dan kamar jadi satu, dengan satu lemari baju, satu rak buku, satu meja kecil pendek, tapi semuanya tersusun rapi. Dindingnya  dipenuhi berbagai foto-foto flora, fauna, dan pemandangan alam, membuatku takjub. Ruangan sekecil ini bisa terlihat menarik juga.

Aku meletakkan Yuuri di tempat tidurnya, kemudian mataku menangkap sesuatu di sudut tempat tidurnya. Sebuah kotak kardus kamera. Aku membukanya, dan melihat kamera DSLR merah marun yang lensanya pecah.

Tiba-tiba suara dering ponsel yang kencang mengagetkanku. Suara itu berasal dari handphone Yuuri. Ia menggeliat-geliat dan menutup telinganya merasa terganggu. Aku mengambil ponsel yang berada di jaketnya, kulihat nama yang tertera di display hp itu. Cho Hye mi. bukankah itu temannya di klub fotografi itu? Kemudian aku mengangkatnya.

“Yuuri-ah! Hye won sudah sadar!”kata suara diseberang telpon sebelum aku sempat mengatakan apapun.

“Aku senang sekali. Ini semua berkat bantuanmu, adikku bisa operasi. Gomawo. Jeongmal. Uangmu akan segera kuganti. Kau benar-benar malaikat Yuuri-ah!”

Lagi-lagi belum sempat kujawab, yeoja di telpon ini mengoceh lagi. “O y, mengenai Kim Jaejoong-ssi…”

DEG.

Kenapa namaku disebut?

~TBC~

Apa kau akan memaafkanku?~ Jaejoong’s POV

Hubunganku dengan Yuuri bukan hanya sekedar teman. ~Yoochun’s POV

Namanya Yunho, bukan Jung Yunho, tapi Lee Yunho. ~Yuuri’s POV

Kenapa yeoja ini terlihat mirip dengannya? Apalagi matanya, mata cokelat muda beningnya. Mengingatkanku akan…~Yunho’s POV